Bicara soal Tradisi Maulid Nabi di Cikoang Takalar Sulsel, kita gak cuma ngomongin peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam bentuk ceramah dan zikir. Tapi ini tentang warisan budaya spiritual yang hidup, penuh makna, dan jadi simbol kuat kecintaan masyarakat pesisir pada Rasulullah. Cikoang, sebuah desa kecil di pesisir Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, punya cara sendiri yang unik dan sakral untuk merayakan Maulid: lewat prosesi kapal hias dan doa laut yang kental dengan nuansa Islam lokal.
Setiap tahun, ribuan orang berkumpul di desa ini. Mereka datang bukan hanya untuk menyaksikan atraksi budaya, tapi juga merasakan bagaimana nilai-nilai Islam menyatu dengan adat istiadat yang diwariskan turun-temurun. Tradisi Maulid Nabi di Cikoang Takalar gak pernah sepi karena membawa aura spiritual, sosial, sekaligus estetika yang memukau. Mulai dari pembuatan perahu mini, pembacaan Barzanji, hingga puncaknya: prosesi kapal yang dihanyutkan ke laut bersama doa-doa dan harapan baik.
Artikel ini bakal ngajak lo menyelami esensi tradisi ini secara utuh—bukan sekadar tontonan, tapi sebagai bentuk “tauhid budaya” yang hidup di tanah Bugis-Makassar.
Asal-usul Tradisi Maulid di Cikoang: Islam dan Kearifan Lokal Menyatu
Sebelum masuk ke prosesi kapal, penting buat tahu bahwa tradisi Maulid Cikoang punya akar sejarah panjang. Dimulai dari abad ke-17, saat Syekh Yusuf Tuanta Salamaka, ulama besar dari Gowa, dan Syekh Jalaluddin Al-Aidid dari Hadramaut datang menyebarkan Islam ke kawasan ini. Dari sinilah Islam diterima dan diadaptasi dengan kearifan lokal Cikoang.
Fakta sejarah dan nilai spiritual:
- Syekh Jalaluddin dikenal sebagai tokoh utama penyebar Maulid Diba’ di Cikoang, yang kemudian diwariskan secara turun-temurun.
- Masyarakat Cikoang menganut ajaran tarekat Khalwatiyah, yang memberi penekanan pada zikir, silaturahmi, dan cinta Rasul.
- Tradisi Maulid di sini bukan cuma ritual tahunan, tapi jadi identitas kolektif yang memperkuat ikatan sosial dan spiritual warga.
- Peringatan Maulid dilakukan berdasarkan penanggalan Hijriah, dan biasanya berlangsung selama tiga hari penuh.
Jadi, setiap elemen dalam tradisi ini—mulai dari lagu-lagu pujian hingga bentuk kapal—bukan tanpa makna. Semuanya punya ruh dan simbolisme yang dalam banget.
Prosesi Kapal Maulid: Simbol Perjalanan Menuju Rasul
Salah satu elemen paling ikonik dari Tradisi Maulid Nabi di Cikoang Takalar Sulsel adalah prosesi kapal mini atau disebut juga jolloro. Kapal ini bukan kapal mainan biasa. Ia dirancang dengan detail, dihias meriah, dan diisi dengan simbol-simbol keislaman serta persembahan.
Proses pembuatan dan makna kapal:
- Dibuat oleh tokoh adat dan masyarakat secara gotong royong.
- Berbentuk kapal layar tradisional Sulawesi, dihias dengan panji-panji Arab, bunga-bunga kertas, dan pernak-pernik Islami.
- Di dalamnya terdapat nasi ketan, telur, ayam kampung, dan uang kertas, sebagai simbol rezeki, pengorbanan, dan harapan.
- Kapal ini akan dihanyutkan ke laut, sebagai lambang menyerahkan diri dan doa kepada Allah SWT melalui wasilah cinta kepada Rasul.
Pelepasan kapal dilakukan diiringi pembacaan doa-doa dan pujian Maulid Diba’, menciptakan suasana sakral yang bikin merinding. Momen ini jadi titik puncak sekaligus penutup tradisi Maulid di Cikoang.
Rangkaian Ritual Maulid: Zikir, Barzanji, dan Arak-arakan
Tradisi Maulid di Cikoang bukan sekadar seremoni laut. Sebelum sampai ke prosesi kapal, ada banyak tahapan yang dijalani warga dan tamu selama tiga hari rangkaian acara. Dan semuanya kaya makna spiritual serta nilai kebersamaan.
Rangkaian kegiatan dalam Maulid Cikoang:
- Pembacaan Barzanji dan Diba’: puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang dinyanyikan bersama, biasanya dipimpin oleh imam tua dan qari lokal.
- Zikir bersama dan ceramah agama di langgar atau rumah adat, memperkuat nilai-nilai Islam dalam keseharian.
- Pawai budaya dan arak-arakan kapal mini, melibatkan anak-anak dan pemuda dengan busana adat Bugis-Makassar.
- Doa laut atau “baca-baca passauang”, sebagai bentuk syukur atas limpahan rezeki dan keselamatan laut.
- Hidangan Maulid bersama (jamuan): warga dan tamu makan bersama, mempererat solidaritas dan silaturahmi.
Ritual-ritual ini membentuk ruang spiritual sekaligus sosial yang khas. Di Cikoang, Maulid bukan cuma urusan masjid—tapi urusan desa. Semua terlibat. Semua merayakan.
Kekuatan Komunal dan Pelestarian Tradisi
Salah satu kekuatan besar dari Tradisi Maulid Nabi di Cikoang Takalar Sulsel adalah keterlibatan lintas generasi. Anak-anak, remaja, orang tua, bahkan diaspora Cikoang di luar kota ikut pulang kampung untuk ikut serta. Ini jadi bukti kalau tradisi ini masih hidup dan dicintai oleh masyarakatnya sendiri.
Bentuk pelestarian tradisi:
- Pewarisan nilai secara lisan dan praktik langsung dari orang tua ke anak-anak.
- Sanggar budaya dan madrasah lokal yang ikut mengajarkan lagu Barzanji dan makna prosesi.
- Dukungan pemerintah daerah dan komunitas religi, yang membantu promosi dan dokumentasi.
- Pelibatan media sosial oleh anak muda, yang bikin tradisi ini eksis di dunia digital tanpa mengurangi makna aslinya.
- Kolaborasi seni dan budaya, seperti pertunjukan tari Ma’badong atau lagu-lagu shalawat kontemporer.
Nilai yang dipelihara bukan cuma soal teknis ritual, tapi juga nilai adab, cinta Rasul, dan kesadaran spiritual yang terus tumbuh dari generasi ke generasi.
Tips Buat Wisatawan yang Mau Mengikuti Tradisi Maulid Cikoang
Kalau lo tertarik buat ikut menyaksikan langsung tradisi ini, ada beberapa hal yang perlu lo siapin biar bisa menikmati dan menghormati acara dengan baik:
- Datanglah saat puncak acara di bulan Rabiul Awal, biasanya diumumkan oleh panitia desa.
- Kenakan pakaian sopan dan tertutup, karena ini acara keagamaan yang sakral.
- Ikuti prosesi dengan tenang, dan jangan mengganggu jalannya ibadah atau zikir.
- Ajak anak-anak dan keluarga, karena ini edukasi budaya dan agama yang nyata.
- Siapkan kamera secukupnya, tapi selalu minta izin sebelum memotret orang atau ritual.
- Hormati sesepuh dan tokoh adat, mereka adalah penjaga nilai dan jembatan sejarah.
Dan tentu aja, jangan cuma jadi penonton—rasakan energinya, simpan hikmahnya, dan bawa pulang nilai spiritualnya.
Penutup: Maulid, Laut, dan Cinta yang Mengakar
Tradisi Maulid Nabi di Cikoang Takalar Sulsel bukan sekadar upacara tahunan. Ini adalah bentuk nyata dari budaya Islam yang membumi dan membaur, tanpa kehilangan ruh aslinya. Lewat kapal yang dihanyutkan, warga Cikoang menyampaikan pesan: bahwa hidup ini adalah perjalanan spiritual, dan Rasulullah adalah nahkoda dari akhlak yang sempurna.
Kalau lo bosen sama wisata biasa, coba deh datang ke Cikoang saat Maulid. Di sana lo gak cuma akan melihat budaya yang indah, tapi juga merasakan bagaimana agama, adat, dan alam berpadu jadi satu cerita spiritual yang menyentuh. Sebuah pelajaran bahwa Islam di Nusantara itu lembut, penuh cinta, dan selalu relevan dari zaman ke zaman.